Kota ini terkenal dengan icon towernya yang terletak tidak jauh dari pintu utama Kyoto Station. Di sini kami juga mencari penginapan yang sangat dekat dengan stasiun tempat shinkansen menurunkan penumpang. Jarak hotel dari pintu masuk utama stasiun sekitar 220 meter, yang juga dekat dengan halte bus yang membawa kami ke lokasi wisata yang direncanakan.
Pagi itu, tanggal 5 Desember 2022, pukul 9 kami memulai perjalanan di Kyoto dengan menaiki bus ke area Arashiyama. Di area ini terdapat banyak tempat wisata. Ada taman, tempat jajanan, berbagai tempat ibadah /kuil dan tentunya yang paling terkenal adalah hutan bambu yang tumbuh menjulang dan tertata.
Jarak hotel di tengah kota ke Arashiyama di pinggiran Kyoto cukup jauh. Sepanjang jalan menuju Arashiyama kami melewati beberapa tempat wisata, dan disuguhi pemandangan yang cantik dan resik. Aliran sungai dan lingkungan yang bersih, pohon dengan daun berwarna-warni khas musim gugur dan juga gunung yang terlihat indah dari kejauhan.
Sesampai di lokasi Hutan Bambu Arashiyama, kami hanya menikmati beberapa lokasi spot foto yang jaraknya tidak terlalu jauh. Udara pagi yang dingin makin menusuk saat memasuki area hutan bambu. Apalagi saat itu saya salah memilih jaket, ternyata kurang efektif untuk memberikan rasa hangat (tipis sih jaketnya).
Tak disangka hutan bambu ini ternyata memiliki area yang sangat luas. Ini baru kami pahami saat melihat peta yang ada di bagian depan area hutan. Ditambah lagi kami melihat alat transportasi tradisional Riksaw yang digerakkan dengan tenaga manusia, bergerak ke lokasi-lokasi yang menjauh dari tempat yang sedang kami kunjungi. Sempat terbersit untuk menaiki, namun khawatir waktunya akan lama dan kami juga perlu waktu untuk mencari lokasi pemesanan Riksaw. Akhirnya kami hanya mengabadikan bagaimana cara penarik Riksaw menjalankannya. Sempat salah satu penarik Rikswa menyapa kami dengan berkata : "Indonesia?", kami jawab "yes" sambil mengacungkan jempol, dia berkata lagi "Selamat pagi" 😃
Kami juga mendapat kesempatan melihat bagaimana pengunjung berdoa di salah satu tempat ibadah kecil yang dilengkapi berbagai hiasan yang unik dan beberapa tanaman bunga.
Yang menarik di area ini, di tengah hutan bambu ini ternyata ada rel lintasan kereta. Pengunjung pun harus waspada apabila tanda kereta lewat mulai bersuara dan palang pintu kereta mulai diturunkan. Syukurnya saat kami melintas tidak ada tanda-tanda kereta yang akan lewat.
Selain beberapa kuil, kami juga melihat ada beberapa lokasi kuburan di sekitarnya. Penempatan kuburan pun menarik untuk dilihat karena kebersihan dan kerapihannya juga terjaga.
Karena pagi itu kami belum sarapan, tapi untuk menyantap makanan halal di sana pun belum buka. Kami putuskan kembali ke area Kyoto Station, karena perjalanan juga memakan waktu sekitar satu jam, dan kami estimasikan tempat makan di area sekitar stasiun sudah buka.
Sayangnya setelah berputar-putar di sekitar stasiun Kyoto. Resto yang kami datangi tidak menjamin aman untuk muslim. Wah info dari panduan wisata halal sepertinya tidak update karena nama restonya pun sudah berubah.
Satu-satunya tempat makan halal akhirnya ke lokasi kudapan Turki ...yup another kebab 🤣. Meski kami paham penjualan kebab biasanya identik dengan street food, kami menggunakan taksi menuju lokasi Kebab Mezopotamia yang berada di area perbelanjaan Higashigawacho. Gaya banget sih pake taksi 😆, alasannya cuma satu tidak ada akses public transportasi yang dekat ke sana, kalau pun aja untuk berjalan lagi cukup jauh, kasian nanti mamak kami 😁.
Setelah menikmati brunch yang cukup mengenyangkan. Kami lanjutkan perjalanan ke lokasi Masjid Kyoto menggunakan bus. Lokasi masjid lumayan jauh dari pusat kota. Kami pun harus berjalan ke titik tempat bus yang akan kita naiki. Melihat jadwal yang tertera di papan titik penjemputan penumpang bus. Lumayan lama menunggu bus, dan karena berada di depan toko, mama sempat melipir membeli koyo khas sana untuk cadangan karena yang terakhir dibelikan adek sudah hampir habis.
Masjid Sentral Kyoto berada di area utara pusat kota. Setelah turun dari bus, kami harus berjalan kaki lagi menuju lokasi masjid. Bentuknya seperti gedung kantor. Lokasinya persis di samping rel kereta yang juga stasiun kecil. Untuk menuju ke sana kami harus melintasi rel kereta, dan beruntungnya kami saat itu ada kereta yang akan lewat. Kok beruntung? Iya karena kami bisa mendapat pengalaman baru, melihat bentuk kereta yang berbeda dari biasanya.
Sayangna sesampai di sana masjid tertutup rapat dan terkunci. Tidak ada tanda-tanda orang di dalamnya. Ya sudah kami akhirnya menuju stasiun mungil yang berada dekat masjid. Karena bentuknya unik, saya ambil beberapa foto di area stasiun ini. Lumayan sambil menunggu kereta yang lewat, karena kami akan melanjutkan perjalanan ke Fushimi Inari. Terpaksa kami niatkan shalat dzuhur dijama' di waktu ashar berharap ada tempat shalat di sekitar sana.
Setelah kami sampai di stasiun terakhir, kami harus berpindah stasiun lagi untuk menaiki kereta yang peronnya berada bawah tanah/ subway Demachiyanagi Station.
Stasiun tempat kami turun adalah Fushimi Inari Station, bukanlah stasiun terdekat yang ada di depan gerbang lokasi wisata tersebut. Tetapi jaraknya relatif dekat dan bisa melihat beberapa toko yang menjajakan souvenir, dan juga tempat kuliner.
Fushimi Inari merupakan tempat ibadah / Shrine yang paling penting bagi penganut agama Shinto di Jepang, dan merupakan Kuil penting yang mendukung pemerintah Jepang. Terletak di sekitar pegunungan Inari. Jumlah kuilnya banyak. Spot yang terkenal di sana salah satunya Torii Path, yang didapat diakses dengan menanjak, dan cukup jauh. Lokasi ini tidak memungkinkan kami datangi karena akan memakan waktu dan membuat kaki pegal 😆.
Hari itu adalah hari Senin, tapi kuil terlihat sangat ramai. Kami hanya melihat beberapa spot bangunan utama yang ada di depan. Gedung yang ada di sekitar sana dihiasi ornamen khas jepang dan beberapa patung semacam anjing gunung atau srigala yang terkenal dalam sejarah berdirinya Fushimi Inari.
Setelah puas berfoto di area depan kuil, kami pun bergegas menuju stasiun yang berada persis di depan Shrine, yaitu Inari Station yang bisa diakses menggukan kartu JR Pass. Kami turun di stasiun Kyoto dan mencari jalan menuju prayer room yang ada di gedung tempat Kyoto Tower berada.
Setelah melaksanakan shalat, kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan menaiki Kyoto Tower, sampai langit menunjukkan senja dan memasuki waktu maghrib (padahal baru jam 5 sore) .
Di puncak Kyoto Tower kami bisa melihat kota Kyoto dari berbagai sisi. Obyek yang jauh bisa kita lihat menggunakan teropong. Suasana di lantai tertinggi tower dihiasi berbagai pernak pernik menjelang perayaan Natal.
Cukup sudah perjalanan di Kyoto, saatnya untuk menyantap makan malam dengan menu gorengan khas Jepang, Tempura. Yippiii akhirnyaa kami bisa makan makanan Jepang 🤣. Lokasi makan ini baru kami temukan via mbah Google tadi siang, terletak di Porta Dining yang merupakan lokasi kuliner di bawah area halaman Kyoto Station.
Alhamdulillaah .. sekitar jam 6 sore kami kembali ke hotel, ditemani rintik hujan yang mulai turun. Saatnya istirahat, update status dan merencanakan perjalanan esok hari ke Hiroshima.
Arigato Kyoto 🙏
Komentar