Semasa kecil, di keluarga kami lebih sering menjahit bahan baju dibandingkan membeli baju jadi , sehingga seringkali saya menemani ibu atau tante saya ke tukang jahit. Sambil menunggu mereka diukur oleh penjahit, saya suka sekali melihat buku mode blad baju wanita , khususnya baju wanita jepang.
Sekitar awal Tahun 1998, kami melakukan kerja praktek di Surabaya, dan kebetulan uang gaji sebagai calon pegawai saat itu sudah cair. Saya dan beberapa teman sempat membeli bahan baju di pasar sekitar Kebalen , dan menjahitkannya di tukang jahit dekat tempat kos kami.
Tentu saja untuk contoh baju yang saya jahit, dipilih dari buku mode blad baju kerja wanita jepang. Walau warna yang dimunculkan warna warna natural , seperti abu2 , brokenwhite , hitam , coklat, krem, biru dongker, tapi baju terkesan mewah.
Selama perjalanan ke Jepang, melihat semuayang berpakaian di sana mengingatkan kembali akan buku mode blad yang sudah puluhan tahun tidak saya lihat. Meski menggunakan public transportation atau hanya sekedar ke mini mart , saya tidak pernah melihat warga yang menggunakan pakaian asal asalan, semua terlihat dress up 😃. Warna dan model pakaian yang digunakan benar-benar seperti yang dulu saya lihat di mode blad 😅.
Mungkin karena saya sudah paham bagaimana orang sana berpakaian, baru tersadarkan baju yang saya bawa ke Jepang hanya baju2 dengan dominan warna hitam dan warna soft. Padahal selama ini biasanya jika pergi kemana pun saya selalu membawa baju batik. Kebayang ya kalau saya pakai baju batik di sana , bisa-bisa saya yang jadi perhatian warga di sana ðŸ¤.
Pembelajaran apa yang bisa diambil di sini? Bahwa orang Jepang selalu menyiapkan yang terbaik dalam segala hal, tidak asal-asalan termasuk dalam berpakaian. Hal ini juga bisa kita nilai bahwa mereka menghargai orang yang akan mereka temui.
Siapa yang mau coba beli sayur di warung dekat rumah di Indonesia bukan pakai daster lagi, tapi pakai baju cantik 😃
Komentar